Advertisements

Semenjak tahun 1989 telah dikembangan pasar lelang lokal karet (PLL) di Desa Panerokan Kabupaten Batanghari, dan tahun 1990 di Desa Bukit Baling, Kabupaten Muaro Jambi, keduanya di Provinsi Jambi, sampai sekarang masih bertahan selama dua puluh tahun, berjalan tanpa pernah berhenti.
PLL karet, tersebut dihadirkan atas prakarsa Kanwil Departemen Perdagangan (ketika itu), bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Jambi, Pemerintah Kabupaten Batanghari (Kab Muarojambi adalah kabupaten pemekaran Kab Batanghari), Kanwil Koperasi, Dinas Perkebunan, Gapkindo Cabang Jambi, BRI Cabang Jambi, KUD Berdikari (Desa Panerokan) dan KUD Akso Dano (Desa Sekernan).
Penjualan karet melalui sistem lelang yang dikembangkan tersebut, pada rinsipnya mengadopsi pasar lelang karet di marga (desa) pada masa lampau, yang dibubarkan karena diperlakukan Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang pemerintah desa. Tentu saja dilakukan penyesuaian disana sini untuk memenuhi tuntutan administrasi modern, namun administarsi yang sesederhana mungkin, sehingga tidak memeberatkan petani (satu lembar kertas kecil untuk semua fungsi). Artinya pembangunan yang berhulu pada budaya lokal, tanpa banyak mengkutak-katik, sederhana sehingga mudah dipahami oleh orang desa.
Dengan adanya pasar lelang, menyebabkan pasar didesa menjadi transparan (sebelumnya tertutup mendekati oligopoli), yang berimbas pada petani mendapat harga yang layak dan lebih tinggi dari harga yang sebelum ada pasar lelang dan lebih tinggi dari harga karet desa yang tidak ada pengaruh pasar lelang, mutu karet rakyat (bokar) menjadi lebih baik, lebih rasionalam mata rantai pemasaran, dan efisiensi pada transportasi. Kenikmatan inilah yang diterima petani, sehingga pasar lelang tersebut bisa bertahan. Kemudian di kondisikan dari awal bahwa PLL itu milik petania, milik masyarakat, pemerintah hanya membina di awal untuk beberapa waktu saja, kemudian PLL dikelola oleh masyarakat sendiri sebagi lembaga perdagangan (dalam hal ini oleh KUD), sehingga masyarakat sudah menyiapkan diri untuk mengelolanya secara komersial, dan pemerintah hanya bertindak sebagai pemantau dan supervisor bila di perlukan.
PLL dirikan di pedesaan, memang pasar lelang kecil-kecil, namun keberadaannya secara langsung dinikmati oleh petani, kalau pasar lelang didirikan mendekati konsumen /industri, kenikmatan tidak langsung dinikmati oleh petani, bisa petani tidak menikmati, tetapi pedagang.
Tujuan pasar lelang diadakan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui mewajarkan harga di pedesaan akibat adanya alternatif pasar yang terbukan dan perbaikan mutu.
Manfaat lain yang diterima petani, adalah pasar lelang menjadi tempat berinteraksinya sesama petani, saling tukar informasi, dan dapat pula digunakan oleh pihak pemerintah untuk menyampaikan pesan-pesan atau penyuluhan. Akhir-akhir ini hari lelang menjadi hari libur oleh petani untuk menyadap, sesudah lelang pergi ke pasar untuk berbelanja, mengunjungi sanak famili.
Uniknya kedua pasar lelang tersebut tidak pernah opening cermony –nya oleh petinggi negeri, karena pada awalnya dipermalumkan sebagai uji coba, sampai terbentuk sistem yang mantap, sebelum diresmikan, berjalan mulus, pembukaan dengan resmi tidak pernah dilakukan.
PLL, talah berkembang di berbagai Kabupaten di Provinsi Jambi, baik atas prakarsa Bapebti Dep Perdaganga, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten. Ada pula yang didirikan atas prakarsa petani dan pedagangan setempat, peran pemerintah hanya supervisi dan memberikan bantuan sebagai stimulan saja.
Pasar lelang sejenis juga telah berkembang diberbagai desa sentra produksi karet di berbagai provinsi di Indonesia, dan membuktikan sistem lelang komoditi di pedesaan telah teruji oleh zaman.
Konsep pasar lelang ini sangat relevan dengan sistem otonomi daerah, oleh sebab itu perkembanganya perlu dipacu, sejalan dengan revitalisi pertanian, khusunya karet. Pengingkatan produksi bila diikuti pewajaran harga di tingkat petani, maka akan memberikan peningkatan pendapat petani yang lebih besar. Oleh sebab itu Departemen Perdagangan Cq Bapebti dan Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, lebih intensif mengkomunikasikan PLL, kepada Pemda-pemda Kabupaten yang mempunya produk potensial untuk di perdagangan dengan sistem lelang. Semoga. (Dasril Daniel, Jambi, 08/02/09)

Advertisements

Artikel Terkait Lainnya

Advertisements INDUSTRI OTOMOTIF TURUN PRODUKSI 50 PERSEN,PHK TAK TERHINDAR Jakarta, (Analisa)Industri otomotif tanah air, baik kendaraan roda empat maupun roda dua akan menurunkan produksinya sebesar 30 hingga 50 persen sehingga pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor ini tidak terhindar.“Masalah penurunan order ini sangat tinggi. Estimasi industri otomotif akan menurunkan produksi 30 hingga 50 […]

Advertisements INDUSTRI OTOMOTIF RI BERSIAP KELUAR DARI KRISISKamis, 12/02/2009 10:33 WIBoleh : Berliana Elisabeth S.JAKARTA (Bisnis.com): Industri otomotif Indonesia berupaya keluar dari krisis dengan salah satu caranya yakni mengembangkan sejenis segel kualitas yang berlaku nasional yang nantinya akan mengarah pada standardisasi industri seperti QSEAL. Hal ini terungkap dalam sebuah diskusi panel para ahli […]

Advertisements JAKARTA: Nilai ekspor karet dan barang dari karet selama 2008 naik sebesar 21,5% menjadi US$7,58 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar US$6,24 miliar. Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) menyebutkan volume ekspor selama 2007 sebesar 2,7 juta ton, sedangkan pada 2008 diperkirakan sebanyak 2,8 juta ton. Adapun volume ekspor karet selama tahun ini […]

Advertisements JAKARTA: Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) menemukan peredaran ban ilegal tanpa merek, tetapi berstiker standar nasional Indonesia (SNI) di pasar yang diduga akibat pengawasan yang lemah. Ketua Umum APBI A. Aziz Pane mengungkapkan ban mobil tanpa merek tersebut berasal dari India dan China, sedangkan ban ilegal untuk sepeda motor masuk dari Vietnam […]

Advertisements Stok bokar di pabrik pengolahan menumpuk JAKARTA: Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo) Wilayah Sumatra Selatan meminta pemerintah [Dirjen Pajak] menghapus PPh Pasal 22 sebesar 0,5% terhadap karet produksi petani. “Sejak 2002 hingga sekarang para petani yang menjual karet hasil perkebunannya dikenakan pungutan 0,5%. Pemotongannya langsung dilakukan para petugas di pabrik pembeli karet […]