Advertisements

mendongkrak marjin tipis budidaya jamur tiram

Budidaya jamur tiram memang menjanjikan keuntungan yang cukup menggiurkan. Karena cukup praktis, tidak memerlukan tempat yang luas dan bisa dimulai dengan modal kecil. Namun ditengah persaingan yang sengit, marjin keuntungan dengan sendirinya semakin terkikis.

Produsen berlomba-lomba menawarkan jamur dengan kualitas prima dan harga paling murah. Pedagang pengepul pun seperti jumawa dalam menentukan harga. Seakan menutup peluang bagi pemain bermodal cekak.

Tapi jangan takut. Usaha ini masih terbuka lebar bagi pemain kecil yang pandai berhitung dan kreatif. Setidaknya ini dibuktikan Eko Prabowo, pemuda yang sukses menekuni usaha jamur tiram. “Kuncinya ada di pengenalan pasar,” ujarnya. Eko salah satu dari sedikit sarjana lulusan IPB yang ogah menjadi karyawan dan memilih untuk berwirausaha.

Marjin tipis

Saat ini di tingkat pengepul, jamur tiram hanya di hargai sekitar Rp. 6000-7000 per kg. Padahal untuk harga baglog (media untuk menumbuhkan jamur) saja sudah mencapai Rp. 2300. Satu baglog menghasilkan sekitar 0,7 kg jamur.

Artinya, untuk menghasilkan Rp. 7000 diperlukan modal untuk baglog sekitar Rp. 3300. Belum lagi biaya tenaga kerja, investasi kumbung (bangunan tempat menumbuhkan jamur) dan lain-lainnya.

Sementara itu, untuk setiap kumbung berkapaitas sekitar 10.000 baglog membutuhkan setidaknya seorang pekerja. Bisa dibayangkan betapa tipis marjin yang didapatkan.

Mendongkrak marjin

Ketika saya menemuinya di Dramaga, Bogor, Eko Prabowo membagikan tipsnya. Terutama bagi pemain kecil agar bisa berkembang di bisnis jamur. Meskipun memiliki bekal pengetahuan yang cukup, lulusan Biologi ini tidak langsung melakukan inovasi dalam produksi. Melainkan berusaha memahami pasar terlebih dahulu.

Eko menyarankan untuk memasarkan hasil produksi secara langsung. Dengan memasukkan ke pasar atau industri pengolahan. Tentunya untuk bisa seperti ini, harus dimulai dengan volume kecil terlebih dahulu.

Ia membeberkan pengalamannya ketika harus menjual jamur miliknya ke pedagang keripik jamur secara langsung. Atau, ke kios-kios sayur yang ada di perumahan. Dengan memotong rantai perdagangan, petani jamur bisa medapatkan marjin Rp. 2000-3000 per kilogramnya.

Dari marjin lebih tersebut, kini Eko bisa menambah jumlah kumbung yang dimilikinya. Saat ini ia sudah memiliki kumbung di daerah Ciapus dan Dramaga, Bogor.

Kemudian, setelah usaha berjalan dengan baik dan volume produksi besar. Mulailah investasi dalam pembuatan baglog. Memang untuk investasi ini tidak murah, dan perlu tenaga terampil. Namun dengan membuat baglog sendiri, petani bisa mendapatkan tambahan marjin sekitar 1000-1500 per kilogram jamur yang dihasilkan.

Nah, dengan penambahan marjin tersebut tentunya usahaya jamur tiram akan kembali menggiurkan!

Advertisements

Artikel Terkait Lainnya

JAKARTA – Manajer Program Hukum dan Masyarakat Epistema Institute, Yance Arizona mengutarakan, eksistensi masyarakat adat sangat perlu diakui negara. Bahkan, tak cukup hanya pengakuan. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 dilapanagn faktanya masih banyak terjadi pengabaian terhadap hak-hak masyarakat adat. Yance menyatakan, kalau sebelumnya hutan adat adalah hutan negara, setelah putusan MK 35/2012, hutan adat adalah […]

Advertisements Medan – Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan proses eksekusi lahan sawit milik pengusaha DL Sitorus seluas 47 ribu ha di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara, sudah selesai. Kejaksaan Agung sudah menyerahkan lahan tersebut kepada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. “Perkara DL Sitorus menyangkut barang bukti seluas 47 ribu ha sudah diserahkan secara […]

KOTA KINABALU – Menteri Sains, Teknologi dan Inovasi, Datuk Ewon Ebin mengatakan, salah satu dari tiga proyek yang memanfaatkan minyak sawit atau biorefinery di Sabah dan Sarawak, telah disetujui oleh komite Bioeconomy Transformation Programme (BTP). Genting Plantations Berhad bakal berkolaborasi dengan Elevance Renewable Sciences, sebuah perusahaan kimia asal Amerika Serikat, untuk membangun biorefinery. Seperti tulis […]

Advertisements Amerika Serikat – Merujuk laporan Lembaga Swadaya Masyarakat Lingkungan dunia, Forest Heroes, menuding perusahaan sawit PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) bertaggung jawab terhadap kerusakan hutan tropis. Sebelumnya PT Astra Agro Lestari Tbk telah berjanji tidak bakal membangun perkebunan kelapa sawit di hutan tropis, tetapi Forest Heroes menganggap janji PT Astra Agro […]

HERSHEY – Perusahaan Hershey, April 2015 melaporkan hasil penggunaan bahan baku dari sumber minyak sawit berkelanjutan, yang didukung lewat kerjasama strategis dengan The Forest Trust (TFT). Tercatat Harshey, telah menggunakan minyak sawit berkelanjutan sebanyak 94% dari semua pabrik yang menggunakan minyak sawit secara global. Kabarya Harshey, sedang melakukan pemetaan rantai pasok hingga ke perkebunan, yang […]