Catatan Harian 13 Mei 2014

Tak terasa, sudah cukup lama juga aku berkutat, malang-melintang di dunia perkebunan sawit. Salah satu aspek yang menarik perhatian dan patut menjadi sebuah catatan seorang pekebun sawit adalah “Aspek-aspek yang menyebabkan seorang petani sawit gagal dalam profesinya sebagai pekebun sawit”

Bukan satu dua orang saja petani sawit yang kujumpai yang sudah angkat tangan dan menganggap dirinya gagal, tidak hoki dalam usaha perkebunan sawit ini. Betapa tidak, uang yang dikeluarkan rupiah demi rupiah untuk merawat sawit ini selama bertahun-tahun ternya tidak sebanding dengan apa yang sudah didapatkan.

Banyak yang sudah menyesal karena menaruh tinggi harapan masa depannya di usaha kebun sawit yang di elu-elukan selama ini. Bukannya hanya karena malas dan tidak berusaha, atau tidak memilki waktu yang cukup membenahi kebun sawitnya, namun ada juga faktor di luar kendali yang sering luput dari perhatian selama ini.

Diluar semua itu, tentu ada hikmah yang harus diambil agar bagi calon-calon petani sawit tidak menjadi penyesalan mendalam dikemudian hari.

Serangkaian penyebab gagalnya sebuah kebun sawit agar menjadi tumpuan harapan dimasa depan antara lain adalah :

Mengira cara berkebun sawit di lahan gambut sama dengan berkebun sawit di tanah biasa. Di lahan berjenis gambut pemupukan dolomit harus lebih banyak daripada dengan di tanah. Demikian juga dengan jenis pupuk lainnya.
Kebakaran. Umumnya diakibatkan kurangnya antisipasi para petani sawit dalam mencegah kebakaran, seperti penyediaan alat pemadam kebakaran, kanal-kanal air yang tidak dibangun untuk mencegah penjalaran api. Kurangnya kebersihan lahan.
Pemilihan lahan yang kurang tepat, misalnya : lahan yang sering terkena genangan air.
Penggunaan bibit yang tidak berkualitas, karena tidak mengertian atau membeli bibit bukan dari dinas pertanian atau dari pembibit yang profesional.
Penggunaan pupuk yang salah secara terus-menerus hanya karena tergiur oleh promosi yang serba wah.
Penggunaan pupuk yang ternyata palsu
Kemampuan pengelola kebun yang kurang memadai. Biasanya karena baru saja memasuki dunia sawit padahal sebelum-sebelumnya adalah sebagai petani jenis tanaman lain (padi, kopi dll)
Terlalu mempercayakan sepenuhnya pengelolaan lahan pada orang lain, padahal orang tersebut tidak layak karena semata-mata mengharapkan gaji. Ini terjadi karena pemilik kebun sawit biasanya sibuk atau jauh dari lahan. Sehingga kurang memperhatikan lahannya sendiri.

Mungkin itu saja dulu yang dapat kutuliskan untuk saat ini. Bila kelak ada penyebab lain tentu akan kusisipkan pada catatanku ini. Selamat malam.

(Ivans : 13 Mei 2014, “Di bawah daun-daun hijau”)