Advertisements

Sebagaimana
halnya tanaman perkebunan lainnya, tanaman karet tak luput dari gangguan hama
dan penyakit. Gangguan hama dan penyakit ini harus ditangani dengan baik agar
tanaman tumbuh subur dan produktivitasnya optimal.

Beberapa
jenis hewan menjadi hama tanaman karet dari fase pembibitan, penanaman, hingga
fase berproduksi.

Tikus
(Rattus sp.) menjadi hama tanaman karet pada fase perkecambahan dan pesemaian.
Pada waktu perkecambahan tikus memakan biji-biji yang sedang dikecambahkan dan
saat penyemaian memakan daun-daun bibit yang masih muda.

Langkah
pencegahan bisa dilakukan dengan melindungi tempat perkecambahan agar tikus
tidak dapat masuk ke dalamnya. Dalam hal ini tempat perkecambahan yang berupa
kotak bisa ditutup dengan kawat kasa dan tempat perkecam-bahan di atas tanah
dipasang pagar plastik.

Belalang
menjadi hama bagi tanaman karet pada fase penyemaian dengan cara memakan
daun daun yang masih muda. Serangga ini tergolong sangat rakus. Jika daun muda
habis, mereka tak segan-segan memakan daun-daun tua, bahkan tangkainya.

Mengendalikan
serangan belalang bisa secara kimiawi dengan menyemprotkan insektisida Thiodan
dengan dosis 1,5 ml/liter air. Penyemprotan dilakukan 1 – 2 minggu sekali
tergantung pada intensitas serangannya.

Siput
(Achatina fulicd) menjadi hama karena memakan daun-daun karet di areal
pembibitan dengan gejala daun patah-patah. Di daun-daun yang patah ini terdapat
alur jalan berwarna keperakan mengkilap yang merupakan jejak siput.

Pengendalian
secara mekanis bisa dilakukan dengan cara mengumpulkan siput-siput yang
bersembunyi di tempat teduh dan membakar atau menguburnya. Sementara itu,
secara kimiawi dengan membuat umpan dari campuran dedak, kapur, semen, dan
Meradex dengan perbandingan 16:5:3:2. Campuran ini dilembabkan dulu dengan cara
diberi air sedikit kemudian diletakkan di areal pembibitan. Siput yang memakan
umpan ini akan mati.

Uret
tanah merupakan fase larva dari beberapa jenis kumbang, seperti Helotrichia
serrata, Helotrichia rufajlava, Helotrichiafessa, Anomala varians, Leucopholis sp.,
Exopholis sp., dan Lepidiota sp
. Bentuk uret tanah ini seperti huruf “C” dengan
warna putih hingga kuning pucat. Uret tanah menjadi hama yang sangat merugikan
karena memakan bagian tanaman karet yang berada di dalam tanah, terutama
tanaman karet yang masih berada di pembibitan.

Mencegah
serangan hama ini bisa dilakukan dengan menaburkan Furadan 3 G sesuai dengan
dosis yang danjurkan pada saat menyiapkan areal pembibitan. Sementara itu,
pengendaliannya bisa secara mekanis atau kimiawi. Secara mekanis dengan
mengumpulkan uret-uret tersebut dan membakarnya. Secara kimiawi dengan
menaburkan Furadan 3 G, Diazinon 10 G, atau Basudin 10 G di sekitar pohon
karet. Dosis yang dipakai sekitar 10 gram/pohon.

Rayap
yang menjadi hama bagi tanaman karet, terutama spesies Microtermes inspiratus dan
Captotermes curvignathus. Rayap-rayap tersebut menggerogoti bibit yang baru
saja ditanam di lahan, dari ujung stum sampai perakaran, sehingga menimbulkan
kerusakan yang sangat berat.

Pengendaliannya
bisa dengan kultur teknis, mekanis, dan kimiawi. Secara kultur teknis ujung
stum sampai sedikit di atas mata dibungkus plastik agar rayap tidak memakannya.
Secara mekanis dilakukan dengan menancapkan umpan berupa 2 – 3 batang singkong
dengan jarak 20 – 30 cm dari bibit, sehingga rayap lebih suka memakan umpan
tersebut daripada bibit karet yang lebih keras.

Pengendalian
secara kimiawi bisa dilakukan dengan menyemprotkan insektisida pembasmi rayap,
seperti Furadan 3 G dengan dosis 10 gram ditaburkan di sekitar batang karet.
Bisa juga menggunakan Agrolene 26 WP atau Lindamul 250 EC dengan dosis dan
frekuensi pemakaian bisa dibaca di kemasannya.

Kutu
tanaman yang menjadi hama bagi tanaman karet adalah Saissetia nigra, Laccifer
greeni, Laccifer lacca, Ferrisiana virgata,
dan Planococcus citri yang
masing-masing memiliki ciri berbeda. Saissetia berbentuk perisai dengan warna
cokelat muda sampai kehitaman. Laccifer berwarna putih lilin dengan kulit keras
dan hidup berkelompok. Ferrisiana berwarna kuning muda sampai kuning tua dengan
badan tertutup lilin tebal. Sementara itu, Planococcus berwarna cokelat gelap
dan badannya tertutup semacam lilin halus mengilap. Kutu tersebut menjadi hama
bagi tanaman karet dengan cara menusuk pucuk batang dan daun muda untuk
mengisap cairan yang ada di dalamnya. Bagian tanaman yang diserang berwarna
kuning dan akhirnya mengering, sehingga pertum-buhan tanaman terhambat.

Hama
lain yang sering merusak tanaman karet, khususnya yang berada di pinggir hutan
antara lain: Babi hutan, Rusa, Kijang, Tapir, Monyet, Tupai dan Gajah.

Kerugian
ekonomi yang ditimbulkan oleh serangan penyakit pada tanaman karet umumnya
lebih besar dibandingkan dengan serangan hama. Selain karena kerusakan akibat
serangan penyakit, kerugian lain adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan
untuk menanggulanginya. Karenanya, upaya pencegahan harus mendapat perhatian penuh,
serta pengamatan dini secara terus-menerus sangat penting.

Penyakit
pada tanaman karet dengan kerugian besar umumnya disebabkan oleh cendawan.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus kerugiannya tidak begitu besar.
Penyakit tanaman karet menyerang dari wilayah akar, batang, bidang sadap,
hingga daun.

Disebut
dengan penyakit akar putih karena di akar tanaman yang terserang terlihat
miselia jamur berbentuk benang berwarna putih yang menempel kuat dan sulit
dilepaskan. Akar tanaman yang terinfeksi akan menjadi lunak, membusuk, dan
berwarna cokelat. Cendawan penyebab penyakit akar putih adalah Rigidoporus
lignosus
yang membentuk badan buah seperti topi di akar, pangkal batang, dan
tunggul tanaman. Badan buah cendawan ini berwarna jingga kekuningan dengan lubang-lubang
kecil di bagian bawah tempat spora. Jika sudah tua, badan buah tersebut akan
mengering dan berwarna cokelat.

Gejala-gejala
lain serangan penyakit akar putih tampak dari memucatnya daun-daun dengan tepi
ujungnya terlipat ke dalam. Daun-daun tersebut selanjutnya gugur dan ujung
rantingnya mati. Sebagai upaya mempertahankan diri, tanaman yang sakit akan menumbuhkan
daun, bunga, dan buah sebelum waktunya. Memastikan secara dini tanaman karet
terserang penyakit akar putih atau tidak, bisa dilakukan pemeriksaan tajuk dan akar
dengan bantuan mulsa.

Akar
putih termasuk penyakit berbahaya jika dilihat dari akibat yang ditimbulkannya.
Prevalensi serangan penyakit tertinggi terjadi pada tanaman muda berumur 2 – 4
tahun, meskipun bisa juga menyerang tanaman berumur enam tahun. Serangan pada
umur tiga tahun bisa mengakibatkan kematian dalam waktu enam bulan sejak terinfeksi
dan pada umur enam tahun menyebabkan kematian setelah setahun terserang. Infeksi
penyakit akar putih terjadi karena persinggungan akar sehat dengan sisa-sisa
akar tanaman lama yang mengandung spora cendawan ini.

Penyebarannya
bisa dengan bantuan angin yangmenerbangkan spora ini. Spora yang jatuh di
tunggul atau sisa tanaman yang mati akan membentuk koloni. Dari tunggul ini
jamur menjalar ke akar dan akhirnya menginfensi akar-akar sehat di sekitarnya.

Jika
penyakit akar putih cenderung menyerang tanaman muda (berumur 2 – 4 tahun),
penyakit akar merah justru lebih banyak menyerang tanaman dewasa atau bahkan
yang mulai menua. Meskipun berbahaya, kematian tanaman baru terjadi lima tahun setelah
terinfeksi. Gejala yang bisa dilihat dari serangan penyakit ini adalah
terjadinya perubahan warna daun dari hijau menjadi hijau pucat suram,
menguning, dan akhirnya berguguran.

Disebut
dengan penyakit akar merah karena jika tanah di daerah perakaran tanaman yang
sakit dibongkar akan terlihat miselia jamur berwarna merah muda sampai merah tua
di akar-akarnya. Miselia tersebut menempel sangat erat dan mengikat butiran
tanah, sehingga menjadi seperti berkerak. Jika sudah kering, miselia tersebut
akan berwarna putih, tetapi kalau dibasahi dengan air akan kembali berwarna
merah. Infeksi terjadi jika akar tanaman sehat bersentuhan dengan akar tanaman
sakit atau akar yang mengandung spora cendawan penyebab penyakit akar merah.
Infeksi juga terjadi jika spora jatuh di leher akar karena tiupan angin.

Pencegahan
dan pengendalian penyakit ini sama dengan pencegahan dan pengendalian penyakit
akar putih.

Penyakit
yang menyerang batang

Penyakit
jamur upas disebabkan oleh cendawan Corticium salmonicolor yang memiliki empat tingkat
perkembangan. Tahap pertama atau sering disebut dengan tahap sarang laba-laba
adalah terbentuknya lapisan tipis berwarna putih di permukaan kulit. Tahap
selanjutnya akan berkembang membentuk sekumpulan benang jamur, biasa disebut
dengan tahap bongkol. Pada tahap ketiga atau tahap kortisium, terbentuk lapisan
kerak berwarna merah muda. Tahap terakhir atau tahap nekator adalah
terbentuknya lapisan tebal berwarna merah tua.

Penyakit
jamur upas menyerang percabangan atau batang tanaman, sehingga cabang dan tajuk
mudah patah. Gejala penyakit ini adalah munculnya benang-benang berwarna putih
seperti sutera di pangkal atau bagian atas percabangan. Dalam perkembangannya,
benang-benang tersebut membentuk lapisan kerak berwarna merah dan akhirnya
menjadi lapisan tebal berwarna merah tua. Batang yang terinfeksi akan
mengeluarkan cairan lateks berwarna cokelat kehitaman yang meleleh di permukaan
batang tanaman. Lama-kelamaan kulit tanaman yang terinfeksi akan membusuk,
berwarna hitam, mengering, dan mengelupas. Bagian kayu di bawah kulit akan
rusak dan menghitam. Pada serangan yang lebih parah, tajuk percabangan akan
mati dan mudah patah oleh tiupan angin.

Penyakit
kanker bercak muncul akibat infeksi jamur Phytophthora palmivora yang memiliki
benang-benang hifa berwarna putih yang kurang jelas dilihat dengan mata
telanjang. Jamur ini berkembang biak dengan spora yang bisa bertahan hidup lama
di dalam tanah.

Gejala
serangan penyakit ini tidak mudah dikenali karena serangannya dimulai dari
bawah kulit. Kulit yang sakit baru terlihat jika dilakukan pengerokan kulit
batang atau kulit cabang, yaitu adanya warna cokelat kemerahan dengan
bercak-bercak besar meluas ke samping, kambium, dan bagian kayu. Bagian yang
sakit biasanya mengeluarkan cairan lateks berwarna cokelat kemerahan dengan bau
busuk. Kadang-kadang terjadi pengumpulan lateks di bawah kulit, sehingga
membuat kulit batang pecah dan membuka. Di bagian terbuka tersebut sering dimasuki
serangga penggerek batang. Penyakit ini menimbulkan kerusakan pada kulit batang
di luar bidang sadap atau kulit percabangan, sehingga tanaman akan merana dan
akhirnya mati. Penyakit ini lebih banyak menyerang tanaman karet di kebun-kebun
berkelembaban tinggi atau terletak di daerah beriklim basah.

Angin
dan hujan bisa menjadi sarana penyebaran penyakit ini. Angin menerbangkan spora
dan percikan air hujan di tanah dekat tanaman bisa memindahkan spora dari tanah
ke batang tanaman sehat. Agar pengendalian penyakit dapat dilakukan sedini
mungkin, selama musim hujan seminggu sekali harus dilakukan pemeriksaan tanaman.

Cendawan
Botrydipbdia theobromae adalah biang keladi penyakit busuk pangkal batang.
Jamur ini memiliki badan buah penghasil spora dalam jumlah banyak yang terdapat
di kulit batang yang terinfeksi. Spora akan menyebar karena angin atau hujan untuk
menginfeksi tanaman sehat.

Penyakit
busuk pangkal batang lebih sering menyerang tanaman karet muda yang siap
disadap, yaitu tanaman berumur empat tahun dengan prevalensi mencapai 66%. Pada
tanaman berumur tiga tahun, prevalensi serangan mencapai 30% dan pada tanaman berumur
lebih dari lima tahun kemungkinannya 0%. Munculnya penyakit busuk pangkal
batang dipicu oleh kondisi tanaman yang jelek akibat kekurangan air karena kemarau
yang berkepanjangan atau tanaman terluka oleh alat-alat pertanian. Spora
cendawan akan berkembang pada kelembaban tinggi dan suhu udara rendah.

Gejala
serangan penyakit busuk pangkal batang agak sulit dikenali, sehingga diperlukan
ketelitian atau kecermatan. Di pangkal batang kulit terlihat kering dan pecah-pecah,
padahal kayu di bagian atasnya masih utuh dan baik. Lama-kelamaan kulit
pecah-pecah tersebut menghitam, bagian kayu rusak, dan menjalar ke atas. Bagian
yang rusak dan terlihat seperti terbakar tersebut tingginya mencapai satu meter
atau lebih bisa menyebabkan tanaman mudah patah karena tidak kuat menyangga
tajuk.

Penyakit
yang menyerang bidang sadap

Cendawan
penyebab penyakit kanker garis sama dengan biang keladi kanker bercak, yakni Phytophthora
palmivora
. Infeksi cendawan ini mengakibatkan kerusakan berupa
benjolan-benjolan atau cekungan-cekungan di bekas bidang sadap lama, sehingga penyadapan
berikutnya sulit dilakukan. Penyakit ini umumnya berjangkit di kebun-kebun
berkelembaban tinggi, terletak di wilayah beriklim basah, serta di kebunkebun yang
penyadapannya terlalu dekat dengan tanah.

Gejala
serangan penyakit kanker garis dapat dilihat dari adanya selaput tipis putih
dan tidak begitu jelas menutup alur sadap. Jika dikerok atau diiris, di bawah
kulit yang terletak di atas irisan sadap terlihat garis-garis tegak berwarna
cokelat kehitaman. Dalam perkembangannya, garis-garis ini akan menyatu
membentuk jalur hitam yang tampak seperti retakan membujur di kulit pulihan. Pada
beberapa kasus, di bawah kulit yang baru pulih akan terbentuk gumpalan lateks
yang bisa menyebabkan pecahnya kulit. Dari pecahan kulit ini akan keluar
tetesantetesan lateks berwarna cokelat yang berbau busuk. Karena rusak,
pemulihan kulit akan terhambat. Agar pengendalian penyakit bisa dilakukan
sedini mungkin, perlu dilakukan pemeriksaan yang cermat pada seluruh tanaman
setiap hari sadap selama musim hujan.

Usaha-usaha
yang bisa dilakukan untuk pencegahan penyakit ini sebagai berikut.


Penyadapan jangan terlalu dalam dan tidak terlalu dekat dengan tanah.

– Sebelum
digunakan pisau sadap diolesi fungisida Difolatan 4 F 1 % atau Difolatan 80 WPl
%.

Pengendaliannya
bisa dilakukan dengan mengoleskan fungisida Difolatan 4 F 2%, Difolatan 80 WP
2%, Demosan 0,5%, atau Actidione 0,5 % di jalur selebar 5—10 cm di atas dan di
bawah alur sadap menggunakan kuas segera setelah dilakukan penyadapan atau
paling baik setelah pemungutan lateks yang belum membeku. Setelah sembuh, bidang
sadap ditutup dengan Secony CP 2295 A.

Penyebab
penyakit mouldy rot adalah cendawan Ceratocystis jimbriata dengan benang-benang
hifa yang membentuk lapisan berwarna kelabu di bagian yang terserang. Spora
banyak dihasilkan di bagian tanaman yang sakit dan bisa bertahan lama dalam
kondisi kering. Akibat yang ditimbulkan penyakit ini sarat dengan kanker garis,
yaitu menimbulkan luka-luka di bidang sadap, sehingga pemulihan kulit menjadi
terganggu. Luka-luka tersebut meninggalkan bekas bergelombang di bidang sadap,
sehingga menyulitkan penyadapan berikutnya. Bahkan, dalam beberapa kasus bidang
sadap menjadi rusak, sehingga tidak bisa dilakukan penyadapan lagi.

Penyakit
ini mudah berjangkit pada musim hujan, terutama di daerah-daerah berkelembaban
tinggi dan beriklim basah. Penyadapan yang terlalu dekat dengan tanah juga bisa
memicu serangan penyakit ini. Penularan penyakit ini melalui spora yang
diterbangkan angin, sehingga jangkauan penyebarannya menjadi luas. Penularan bisa
juga melalui pisau sadap yang baru saja digunakan menyadap tanaman yang sakit.

Gejala
serangan penyakit ini ditandai dengan munculnya selaput tipis berwarna putih di
bidang sadap di dekat alur sadap. Dalam perkembangannya, selaput tersebut
membentuk lapisan seperti beledu berwarna kelabu sejajar alur sadap. Jika
lapisan ini dikerok akan terlihat bintik-bintik berwarna cokelat atau hitam. Lebih
lanjut, serangan ini akan meluas ke kambium dan bagian kayu. Serangan
dikategorikan sudah parah jika bagian yang sakit terlihat membusuk berwarna
hitam kecokelatan. Bekas serangan tersebut akan membentuk cekungan berwarna
hitam seperti melilit sejajar alur sadap.

Pencegahannya
bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut.


Jarak tanam jangan terlalu rapat dan tanaman penutup tanah rutin dipangkas agar
kebun tidak      


Kegiatan penyadapan jangan terlalu sering dan jika perlu saat serangan
menghebat kegiatan 

  penyadapan dihentikan.


Sebelum penyadapan, pisau yang akan digunakan dicelupkan ke larutan Difolatan 4
F 1% atau 

Penyakit
brown blast bukan disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, melainkan karena penyadapan
yang terlalu sering, apalagi jika disertai penggunaan bahan perangsang lateks.
Penyakit ini juga sering menyerang tanaman yang terlalu subur, berasal dari biji,
dan tanaman yang sedang membentuk daun baru.

Gejala
penyakit ini dapat dilihat dengan tidak mengalirnya lateks dari sebagian alur
sadap. Beberapa minggu kemudian seluruh alur sadap menjadi kering dan tidak
mengeluarkan lateks. Bagian yang kering berubah warna menjadi cokelat karena
terbentuk gum (blendok). Kulit menjadi pecah-pecah dan di batang terjadi pembengkakan
atau tonjolan.

Penyakit
ini berbahaya karena bisa menurunkan produktivitas lateks dalam jumlah yang
cukup signifikan karena alur sadap mengering, sehingga tidak bisa mengalirkan
lateks. Meskipun tidak mematikan dan tidak menular ke tanaman lain, penyakit
ini bisa meluas ke kulit yang seumur di tanaman yang sama. Agar penyakit ini terdeteksi
sejak dini, perlu dilakukan pemeriksaan tanaman setiap hari, terutama di
kebun-kebun yang disadap dengan intensitas terlalu tinggi.

Beberapa
upaya pengendalian yang bisa dilakukan sebagai berikut.

–  Jangan melakukan penyadapan terlalu
sering dan dianjur-kan mengurangi penggunaan bahan 

   perangsang lateks, terutama
pada klon-klon yang peka terhadap brown blast, seperti PR 255, 

–  Tanaman yang kulitnya tidak bisa
disadap lagi sebaiknya tidak disadap .

Penyakit
yang menyerang daun

1.
Colletotrichum

Penyakit colletotrichum disebabkan oleh cendawan Colletotrichum
gloeosporoides dengan gejalagejala berupa daun muda tampak lemas berwarna
hitam, keriput, bagian ujung mati, menggulung, dan akhirnya berguguran.
Sementara itu, serangan pada daun tua menunjukkan gejala-gejala adanya bercak
cokelat atau hitam, berlubang, mengeriput, dan sebagian ujungnya mati sehingga
pertumbuhan tanaman terhambat.

Serangan
penyakit ini umumnya terjadi di perkebunan yang tanamannya baru saja membentuk
daun-daun muda, biasanya pada musim hujan. Kebun-kebun yang terletak di tempat
tinggi dengan curah hujan tinggi juga mudah terserang penyakit ini. Penyebaran
penyakit ini terjadi melalui spora yang diterbangkan oleh angin atau hujan.
Penyebaran spora ini umumnya terjadi pada malam hari, terutama saat hujan turun.

Beberapa
usaha pencegahan yang bisa dilakukan sebagai berikut.


Mempercepat pembentukan daun-daun muda dengan pemupukan intensif, dimulai dari munculnya   

   kuncup sampai daun menjadi hijau.

– Pemeriksaan
tanaman harus dilakukan sedini mungkin agar jika terjadi serangan segera bisa 

   dikendalikan lebih cepat.

Pengendalian
penyakit ini dapat dilakukan dengan menyemprotkan fungisida Dithane M 45 0,25%,
Manzate M 200 0,2%, Cobox 0,5%, dan Capravit 0,5% seminggu sekali selama lima
kali. Penggunaan Cobox dan Capravit jangan dilakukan saat penyadapan karena
bisa menurunkan mutu lateks.

Phytophthora
tergolong penyakit daun, tetapi gejalanya justru terlihat pada buah yang berwarna
hitam dan kemudian membusuk. Dari bagian ini penyakit akan menular ke daun dan
tangkainya, sehingga beberapa minggu kemudian daun dan tangkai tersebut gugur.
Daun yang berguguran tetap berwarna hijau, tetapi di sepanjang tangkainya
terdapat bercak-bercak hitam dan gumpalan lateks.

Cendawan
Phytopthora botriosa atau Phytopthora palmivora adalah penyebab penyakit ini.
Spora cendawancendawan ini banyak terdapat di pucuk tanaman, tetapi bisa juga
bertahan di daun yang gugur atau di dalam tanah. Penyakit ini umumnya
berjangkit pada musim hujan dengan penularan melalui spora yang dibawa air
hujan atau angin.

Pencegahan
penyakit phytopthora bisa dilakukan dengan tidak menanam klon-klon yang peka
terhadap penyakit ini, seperti PB 86, PRIM 600, Tjir 1, atau PR 107. Pencegahan
lain sekaligus pengendaliannya dilakukan dengan menyemprotkan fungisida Cobox
atau Cupravit dengan dosis dan frekuensi yang bisa dibaca di kemasannya.
Penyemprotan sebaiknya menggunakan mist blower.

Penyebab
penyakit corynespora adalah cendawan Corynespora casssiicola dengan hifa berwarna
hitam pucat yang kurang jelas terlihat di permukaan daun. Cendawan ini
mempunyai inang yang banyak, seperti singkong, akasia, angsana, dan pepaya. Mula-mula
penyakit ini diketahui berjangkit di perkebunan karet di Malaysia pada tahun
1960. Dari Malaysia, penyakit ini menyebar ke India pada tahun 1961 dan pada
tahun 1969 kedapatan menyerang perkebunan karet di Nigeria. Pada tahun 1980
penyakit ini masuk ke Sumatera Utara, tahun 1982 ke Jawa Tengah, dan 1984 ke Jawa
Barat.

Penyebaran
penyakit ini melalui spora yang terbawa terbang oleh angin. Meskipun
serangannya bisa dikatakan lambat, penyakit ini dianggap sebagai salah satu
penyakit yang berbahaya.

Gejala
serangan penyakit ini tampak dari daun muda yang berbercak hitam seperti
menyirip, lemas, pucat, ujungnya mati, dan akhirnya menggulung. Serangan pada daun
tua juga menunjukkan gejala berbercak hitam dan menyirip. Bercak ini akan
meluas sejajar urat daun dan kadang-kadang tidak teratur. Pusat bercak berwarna
cokelat atau kelabu, kering, dan berlubang. Daun-daun tersebut menjadi kuning,
cokelat kemerahan, dan akhirnya gugur.

Pengendalian
penyakit ini bisa dilakukan menggunakan fungisida Mankozeb dan Tridemorf dengan
dosis dan interval tertera di labelnya, terutama untuk tanaman yang belum
disadap. Sementara itu, untuk tanaman yang telah disadap dan tingginya lebih
dari delapan meter sebaiknya dilakukan pengabutan menggunakan Tridemorf atau
Calixin 750 dengan dosis 500 ml/ hektar, seminggu sekali selama 3 – 4 minggu.

Cendawan
Helminthosporium heveae dengan hifa berwarna putih dan spora berwarna cokelat
merupakan penyebab penyakit ini. Penyakit helminthosporium yang juga kerap
disebut dengan penyakit mata burung ini sering menyerang tanaman muda di pesemaian
atau pembibitan, sehingga mengakibatkan pertumbuhan terhambat dan waktu
okulasinya pun terhambat.

Serangan
penyakit ini sering terjadi pada musim kemarau, terutama pada tanaman yang
terlalu banyak dipupuk nitrogen, kondisi lemah, dan kekurangan air. Penyebaran
penyakit helminthosporium melalui spora yang diterbangkan angin, terbawa hujan,
atau alat-alat pertanian mengandung spora yang mengenai tanaman sehat.

Gejala
infeksi penyakit ini adalah daun-daun muda menjadi hitam, menggulung, dan
kemudian gugur.

Advertisements

Artikel Terkait Lainnya

I. PENDAHULUAN Produksi mentimun di Indonesia masih sangat rendah padahal potensinya masih bisa ditingkatkan. Untuk itu PT. Natural Nusantara berupaya turut membantu meningkatkan produksi secara Kualitas, Kuantitas dan Kelestarian (K-3). II. SYARAT PERTUMBUHAN 2.1. Iklim Adaptasi mentimun pada berbagai iklim cukup tinggi, namun pertumbuhan optimum pada iklim kering. Cukup mendapat sinar matahari, temperatur (21,1 – […]

Penyakit Tanaman Timun (Cucumis satifus)  Penyakit PadaTanaman Mentimun. a. Busuk daun (Downy mildew) Penyebab : Pseudoperonospora cubensis Berk et Curt. Menginfeksi kulit daun padakelembaban udara tinggi, temperatur 16 – 22°C dan berembun atau berkabut.Gejala : daun berbercak kuning dan berjamur, warna daun akan menjadi coklat danbusuk. Pengendalian : Pemberian Natural GLIO sebelum tanam.  b. Penyakit […]

Budidaya Tanaman Timun (Cucumis satifus) Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.); suku labu-labuan atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan. Buahnya biasanya dipanen ketika belum masak benar untuk dijadikan sayuran atau penyegar, tergantung jenisnya. Mentimun dapat ditemukan di berbagai hidangan dari seluruh dunia dan memiliki kandungan air yang cukup banyak di […]

Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jarak Indonesia dengan iklim tropis, lahan yang luas, serta keanekaragaman hayati wilayah daratan merupakan keunggulan komperatif bagi pengembangan bahan bakar yang berasal dari tumbuhan. salah satu dari kelompok ttanaman non-pangan yang direkomendasikan adalah tanaman jarak pagar (Jarropha curcas). Sudah menjadi tekad pemerintah untuk mengembangkan minyak jarak pagar menjadi biodiesel, biokerosin, dan […]

Hal yang paling tidak disukai oleh para petani adalah ketika tanaman yang mereka terserang oleh hama penyakit, hama penyakit sering datang pada musim penghujan maupun musim kemarau. Pada musim penghujan para petani tidak perlu repot melakukan penyiraman terhadap tanaman yang mereka tanam, namun resiko terkena hama penyakit jauh lebih tinggi dibandingkan dengan musim kemarau. Mentimun […]