Advertisements
Tunas pokok (pruning atau pemangkasan) merupakan salah satu pekerjaan kultur teknis yang diperlukan dalam upaya peningkatan produktivitas kelapa sawit. Pekerjaan ini mengandung dua aspek yang saling bertolak belakang, yakni mengusahakan agar pelepah yang masih produktif (daun masih hijau) tetap dipertahankan, tetapi di lain pihak kadangkala harus dipotong untuk mempermudah pekerjaan panen dan memperkecil losses (brondolan tersangkut di pelepah).
Kelapa sawit menghasilkan 18-30 pelepah setiap tahunnya, 8-22 pelepah terdapat buah dan sisanya tidak menghasilkan buah. Produktivitas yang tinggi akan tercapai jika penunasan dilakukan dengan cara yang benar, tetapi jika tidak dilakukan justru akan menurunkan produksi. Jumlah pelepah yang optimum untuk menjaga keseimbangan kedua aspek di atas adalah 48 – 56 pelepah (untuk tanaman muda) dan 40 – 48 pelepah (tanaman tua). Dengan demikian pemakaian kapak untuk panen di tanaman muda tidak dibenarkan dan harus digunakan dodos. Akan tetapi pada tanaman teruna dan tua (umur > 8 tahun), tidak dapat dihindarkan penggunaan egrek untuk panen sehingga terpaksa dilakukan pemotongan pelepah-pelepah produktif.
Tidak ada pruning/penunasan selama masa belum menghasilkan (TBM) sampai 6 bulan menjelang panen pertama, dan biasanya 24 bulan setelah tanam, pekerja tidak boleh memotong atau membuang pelepah pada masa ini. Pelaksanaan pruning bisa dilakukan apabila adanya pelepah yang mati dan tidak produktif, serta adanya janjang dan buah busuk, dan ini disebut pruning sanitasi, gunanya adalah untuk memudahkan pemanen sehingga pekerjaannya tidak terganggu
Berdasarkan percobaan-percobaan yang telah dilakukan di beberapa tempat, diketahui bahwa semakin banyak pelepah kelapa sawit pada tanaman maka akan semakin tinggi buah yang akan dihasilkan oleh tanaman tersebut. Hal ini disebabkan karena semakin banyak daun maka proses fotosintesis akan semakin besar terjadi.
menghindari tersangkutnya brondolan pada ketiak pelepah.
memperlancar proses penyerbukan alami.
mempermudah pengamatan buah matang pada saat pekerjaan panen.
melakukan sanitasi (kebersihan) tanaman, sehingga menciptakan lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan hama dan penyakit.
pada tanaman muda (tunas pasir) mempermudah pemupukan, pembersihan piringan, dan pengutipan brondolan.
Teknik penunasan merupakan faktor yang harus diperhatikan, karena bila dilakukan dengan cara yang kurang tepat seperti daun terpotong terlalu banyak akan merangsang pertumbuhan bunga jantan sehingga dapat menurunkan produces. Umumnya pelepah dipotong rapat ke batang dan bekas potongan berbentuk tapak kuda dengan sudut 30 derajat terhadap garis horizontal, dengan tujuan menghindari tersangkutnya brondolan.
Berdasarkan alasan diatas, akan sangat menguntungkan apabila pembuangan pelepah kelapa sawit dilakukan seminimal mungkin selama masa produksi. Pembuangan pelepah yang berlebihan akan menyebabkan bertambahnya jumlah bunga jantan dan dengan sendirinya akan mengurangi jumlah dan berat tandan buah yang dihasilkan.
Akan tetapi jika pembuangan tidak dilakukan, maka akan timbul kesulitan pada saat memanen tandan buah. Oleh karena itu perlu diambil langkah kebijaksanaan sebagai berikut :
a. Pruning untuk sanitasi
Pruning pertama dilakukan bersamaan dengan waktu pelaksanaan kastrasi. Hanya pelepah kering saja yang dibuang. (umur 17 bulan atau 19 bulan).
b. Pruning Pertama
Pruning pertama dilakukan sebelum pemanenan (harvesting) pertama. Semua pelepah yang berada di bawah tandan buah yang terendah dibuang sehingga tandan buah yang terendah tersebut tidak perlu memiliki sangga buah.
Setelah pruning pertama, tidak dilakukan lagi pruning sampai tanaman berumur 4 tahun atau sampai tandan buah yang terendah tinggi 1m dari permukaan tanah.
c. Pruning pada umur 4 tahun.
Ketika tanaman telah berumur 4 tahun dan tandan buah terendah berada pada ketinggian 1 m dari tanah, maka pruning dapat dilakukan mengingat saat ini cukup banyak pelepah yang harus dibuang sehingga jika dilakukan pruning sekaligus akan menyebabkan beban berat (stress) pada tanaman tersebut. Oleh karena itu, pruning harus dilakukan dalam dua tahap sebagi berikut.
Jika terdapat 8 lingkaran pelepah (spiral), maka pruning pertama hanya dibuang 4 lingkaran pelepah saja.
2 – 3 bulan kemudian, 4 lingkaran pelepah tersebut dibuang dengan syarat pruning hanya dilakukan sampai 2 pelepah dibawah tandan buah yang masak ( 2 sangga buah ).
Pruning pada umur 5 – 7 tahun.
Pruning dilakukan sekali dalam setahun.
Harap diperhatikan setelah pruning dan pemanenan dilakukan pelepah yang masih tertinggal harus berjumlah antara 48 – 64 pelepah pada pokok-pokok yang sedang mengalami fase bunga jantan. Puring dilakukan hanya sampai 2 pelepah dibawah tandan buah yang masak (2 sangga buah) Untuk pelaksanaan pruning, agar digunakan system progressive pruning.
d. Pruning pada umur 8 – 14 tahun.
Dilakukan seperti butir 4 diatas, akan tetapi jumlah pelepah yang tinggal setelah pruning/pemanenan adalah 40 – 48 pelepah atau 5 – 6 pelepah perspiral.
e. Pruning umur 15 tahun.
Dilakukan seperti butir 4 diatas, akan tetapi jumlah pelepah yang tinggal setelah pruning/ pemanenan adalah 32 pelepah atau 4 pelepah perspiral
f. Sistem Progressive Pruning
Yang dimaksud dengan sistem Progressive Pruning adalah Pruning dilakukan secara bertahap dan terus-menerus sepanjang tahun, pelapah yang lebih dari jumlah yang telah ditetapkan di atas saja yang dibuang :
5 – 7 tahun 48 – 64 pelepah
8 – 14 tahun 40 – 48 pelepah
15 tahun ke atas 32 pelepah
Pelaksanaan dari Progressive Pruning ini dilakukan oleh satu kelompok yang terdiri dari beberapa orang dan kelompok ini bertugas sebagai pruners terus menerus sepanjang tahun. Mengenai jumlah pemakaian tenaga per hektar per tahun dengan menggunakan sistem ini tidak melebihi jumlah tenaga yang dipakai pada sistem lama yaitu : maksimum 3 orang per hektar per tahun.
Sebaiknya setiap blok dilakukan rotasi pruning sekali sebulan atau sekali dua bulan tergantung kapada kondisi setempat.
Keuntungan dari sistem ini adalah untuk mengurangi stress tanaman pruning dilakukan secara sedikit demi sedikit dan terbagi rata dalam satu tahunnya. Secara agronomi hal ini akan sangat menguntungkan.
Keterangan Umum
Pemanen harus diberi instruksi agar hanya memotong pelepah seminimal mungkin.
Pada waktu melakukan rotasi pruning pelepah yang dibuang hanyalah pelepah yang lebih dari jumlah yang telah ditetapkan di atas dan pelepah yang mulai kering.
Pruning harus diusahakan dilakukan pada musim hujan (jika menggunakan sistem biasa).
Untuk melakukan pruning pada pokok-pokok yang sedang dalam masa Fase bunga jantan, perhitungan pelepahnya harus dilakukan oleh Mandor atau Asisten sebelum pruning dilakukan oleh karyawan.
Setiap melakukan rotasi pruning pembersihan (sanitation), buah-buah yang sudah tua dan busuk harus sekaligus dibuang.
Perhatian khusus harus diberikan pada tanaman muda, juga kemungkinan terdapatnya Marasmius dan Thirataba, cukup besar sehingga buah-buah yang terserang hama dan penyakit tersebut harus dibuang.
TATA LAKSANA DAN ALAT
1. Tunas Pasir
Syarat :
Tunas pasir hanya dikerjakan 1 kali saja selama hidupnya kelapa sawit, yaitu bila tanaman sudah berumur 2.5 tahun sejak ditanam dilapangan, maka apabila cukup berkembang untuk produksi buah atau TBS.
Cara :
Seluruh daun / cabang yang paling bawah sebanyak 1-2 lingkaran pertama (maksimum 15 cm dari tanah ) supaya dibuang, diatas batas ini cabang tidak boleh diganggu.
Cabang harus dipotong rapat kepangkal dengan memakai arit (egrek kecil).
Dengan alat ini (memakai gagang sepanjang 1,5-2,0 meter ) potongan-potongan cabang mudah dikumpulkan dengan menariknya (dikait) keluar.
Pekerjaan ini harus dikerjakan oleh buruh sendiri dibawah pengawasan yang ketat, tidak dibenarkan oleh pemborong.
Tenaga kerja untuk tunas pasir : 4 hk / HA.
Sesudah pekerjaan tunas pasir hingga masa tunas selektif, maka dilarang keras memotong cabang tanaman kelapa sawit untuk tujuan apapun, kecuali analisa daun, dan ini hanya dibenarkan mengambil anak daunnya saja.
2. Tunas Selektif
Syarat.
Suatu blok atau golongan tanaman dapat mulai ditunas selektif jika sekurang-kurangnya 40% telah mempunyai tandan buah yang hampir masak pada tinggi 90 cm (3 kaki) dari tanah diukur dari permukaan tanah kepangkal tandan.
Semua pohon yang memenuhi syarat yang ditentukan (ukuran tingginya) harus ditunas.
Cara.
Batas tunas adalah : 2 cabang songgo buah keatas supaya ditinggalkan tidak ditunas.
Semua cabang dibawah songgo buah tersebut diatas supaya ditunas secara timbang air keliling pokok.
Semua rerumputan seperti pakis dan lain-lain yang tumbuh pada pokok kelapa sawit harus dicabut / dibersihkan.
Alat
Pusingan tunas perdana bagi sisa pokok yang 60% lagi dilaksanakan 4 bulan sekali, hingga semua pokok akhirnya akan tertunas.
Alat untuk tunas selektif adalah tajak atau pisau dodos yang dipakai juga untuk potong buah pada tanaman produktif muda, lebar mata tajam 14 cm.
Alat yang sama masih terus dipakai untuk tunas biasa hingga pokok mencapai ketinggian kurang lebih 2,5 meter.
Alat ini diberi gagang kayu laut atau domuli sepanjang 1,5-2 meter, cabang dipotong rapat kepangkal dari arah samping untuk menghindari alat melukai pokok.
Rotasi.
Tunas selektif berlaku untuk tanaman umur 3-4 tahun, dengan tenaga : 50 pokok/HK.atau (6 HK /HA/ tahun).
3. Tunas Umum (Biasa)
a. Pusingan.
b. Cara.
Caranya
Seluruh umur ditunas hingga 2 (dua) cabang songgo buah paling bawah secara timbang pasir.
Satu rotasi tunas harus selesai dalam jangka waktu 9 bulan, sedangkan untuk satu tahun : 1 1/3 pusingan.
Tebel Pruning Treatment
Tabel Jumlah Pelepah per Pohon per Umur
c. Alat.
Hingga tinggi pokok 2,50 meter tetap memakai ”pisau dodos besar” ( lihat tunas selektif )
Bagi pokok yang tingginya diatas 2,50 meter (mulai umur 8 tahun keatas) seluruh pekerjaan tunas tanpa kecuali harus dilaksanakan dengan pisau egrek biasa (pisau Malaya) yang diikatkan pada ujung galah (gagang dari bambu). Panjang gagang diatur menurut tinggi pokok, bila perlu 2 galah disambung untuk pokok-pokok yang sangat tinggi.
Selama menunas, semua epiphyt pada batang harus dibersihkan dengan mancabut pakai tangan sekitar pangkal batang dan memikul pakai pelepah pada bagian yang lebih tinggi.
Pokok sakit atau kuning karena dificiency harus ditunas lebih hati-hati, cukup membuang daun yang karing saja.
II. Menyusun Pelepah.
Pelepah-pelepah atau cabang disusun (dirumpuk) digawangan yang tidak ada pasar rintisnya.
Cabang tidak perlu dipotong-potong, melainkan dirumpuk saja memanjang barisan pohon, tindih menindih dan jangan berserakan.
Andaikata digawangan tanpa rintis seperti dimaksud diatas kebetulan pula ada parit dengan arah memanjang barisan, maka cabang-cabang harus dipotong tiga dan dirumpuk diantara pohon dalam garisan sesuai dengan metode lama.
Keuntungan cara ini adalah sebagai berikut :
Cabang tidak perlu dipotong-potong kecuali jika ada parit memanjang di gawangan, sehingga menghemat energi dan waktu tukang potong buah / tunas.
Piringan tidak bertanbah sempit oleh ujung-ujung cabang karena telah dirumpuk jauh di tengah gawangan.
Ancak panen dari masing-masing tukang potong buah lebih aman dari saling ”curi buah” antara sesama mereka (pindah antar rintis lebih sulit).
Menekan pertumbuhan gulma di tengah gawangan.
Untuk areal berbukit yang arah rintisnya memanjang dari puncak bukit ke kaki bukit, susunan cabang harus searah (artinya pucuk bertindih dengan pucuk, pangkal dengan pangkal), dimana pangkal pucuk harus berada dibagian lereng yang tertinggi.
III. Organisasi Tunas
Potong cabang – langsung disusun.
Bersihkan epiphyt – langsung dibersihkan piringan dari sampah.
Kemudian baru pindah ke pohon berikutnya.
Penunasan sebaiknya dilakukan pada saat periode produksi rendah kecuali tenaga kerja cukup
Pelepah hasil penunasan harus disusun untuk mencegah erosi, menjaga kelembaban, memudahkan kegiatan operasional (rawat dan panen), menekan pertumbuhan gulma, merangsang pertumbuhan akar dan sumber hara.
Cara penyusunan pelepah :
Harus disusun rapi menyebar di gawangan mati dan di antara pohon. Tidak mengganggu jalan rintis dan piringan
Susunan pelepah berbentuk : ”L”
Pada areal curam, peletakan pelepah mengikuti jalan kontur untuk menahan air.
DAFTAR PUSTAKA
Adriadi, A. dkk. 2012. Analisis Vegetasi Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elais quineensis jacq.) di Kilangan, Muaro Bulian, Batang Hari. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.) 1 (2): 108-115.
Arief, M., dkk. 2012. Pengaruh Kombinasi Media Bungkil Kelapa Sawit dan Dedak Padi Yang Difermentasi Terhadap Produksi Maggot Black Soldier Fly (Hermetia Illucens) Sebagai Sumber Protein Pakan Ikan. Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 4 (1) : 34.
Ebrahimi, M, dkk. 2013. Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Frond Feeding of Goats in the Humid Tropics. Animal and Veterinary, 12 (4) : 431-438.
Frank, N. EG. el all. 2013. Breeding oil palm (Elaeis guineensis jacq.) for fusarium wilt tolerance: an overview of research programmes and seed production potentialitiees in Cameroon. International Journal of Agricultural Sciences 3 (5) :513-520.
Hartawan, R. 2008. Variabilitas Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) asal Benih Unggul dan Liar. Media Akademik 2 (1) : 34-43.
Kasno, A., dan Nurjaya. 2011. Pengaruh Pupuk Kiserit Terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit Dan Produktivitas Tanah. Littri 17 (4): 133-134.
Krisnohardi, A. 2011. Analisis Pengembangan Lahan Gambut Untuk Tanaman Kelapa Sawit Kabupaten Kubu Raya . J. Tek. Perkebunan & Psdl (1):1-7.
Lane, Lee.2012. Economic growth, climate change, confusion and rent seeking: The case of palm oil. Journal of Oil Palm & The Environment (3):1-8.
Mukherjee, dkk. 2009. Health Effects of Palm Oil. J Hum Ecol 26 (3):197-203.
Pahan, I. 2004. Paduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta: Penerbar Swadaya.
Pambudi, D., dan Hermawan, B. 2010. Hubungan antara Beberapa Karakteristik Fisik Lahan dan Produksi Kelapa Sawit. Akta Agrosia 13 (1) : 35-39.
Setyamidjaja, D. 2006. Budidaya Kelapa Sawit. Jogyakarta: Kanisius.
Syahputra, E., dkk. 2011. Weeds Assessment Di Perkebunan Kelapa Sawit Lahan Gambut. J. Tek. Perkebunan & PSDL (1):37-42.
Vidanarko. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka
Artikel Terkait Lainnya
JAKARTA – Manajer Program Hukum dan Masyarakat Epistema Institute, Yance Arizona mengutarakan, eksistensi masyarakat adat sangat perlu diakui negara. Bahkan, tak cukup hanya pengakuan. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 dilapanagn faktanya masih banyak terjadi pengabaian terhadap hak-hak masyarakat adat. Yance menyatakan, kalau sebelumnya hutan adat adalah hutan negara, setelah putusan MK 35/2012, hutan adat adalah […]
Advertisements Medan – Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan proses eksekusi lahan sawit milik pengusaha DL Sitorus seluas 47 ribu ha di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara, sudah selesai. Kejaksaan Agung sudah menyerahkan lahan tersebut kepada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. “Perkara DL Sitorus menyangkut barang bukti seluas 47 ribu ha sudah diserahkan secara […]
KOTA KINABALU – Menteri Sains, Teknologi dan Inovasi, Datuk Ewon Ebin mengatakan, salah satu dari tiga proyek yang memanfaatkan minyak sawit atau biorefinery di Sabah dan Sarawak, telah disetujui oleh komite Bioeconomy Transformation Programme (BTP). Genting Plantations Berhad bakal berkolaborasi dengan Elevance Renewable Sciences, sebuah perusahaan kimia asal Amerika Serikat, untuk membangun biorefinery. Seperti tulis […]
Advertisements Amerika Serikat – Merujuk laporan Lembaga Swadaya Masyarakat Lingkungan dunia, Forest Heroes, menuding perusahaan sawit PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) bertaggung jawab terhadap kerusakan hutan tropis. Sebelumnya PT Astra Agro Lestari Tbk telah berjanji tidak bakal membangun perkebunan kelapa sawit di hutan tropis, tetapi Forest Heroes menganggap janji PT Astra Agro […]
HERSHEY – Perusahaan Hershey, April 2015 melaporkan hasil penggunaan bahan baku dari sumber minyak sawit berkelanjutan, yang didukung lewat kerjasama strategis dengan The Forest Trust (TFT). Tercatat Harshey, telah menggunakan minyak sawit berkelanjutan sebanyak 94% dari semua pabrik yang menggunakan minyak sawit secara global. Kabarya Harshey, sedang melakukan pemetaan rantai pasok hingga ke perkebunan, yang […]